KOPIAH ACEH |
Dalam Kitab “Tazkirah Thabaqat” . Salah satu
kutipan dalam kitab tersebut tentang Pakaian Aceh adalah
“dan demikian lagi
Adat Kerajaan Sultan Aceh, yaitu apabila orang-orang yang masuk ke Dalam Darud
Dunia: hendak menghadap Paduka Sri Baginda Sultan Aceh: walau siapapun
sekalipun, yaitu orang Aceh sendiri, atau orang asing, maka tidak dibolehkan
dia menghadap Sultan dengan memakai pakaian sendiri. Melainkan yang dibolehkan
dia memakai pakaian sendiri ialah orang ‘Arab dan ‘Alim ulama, tetapi tidak
dibolehkan memakai warna kuning dan warna hijau".
Sementara
yang lain, waktu menghadap Sultan diwajibkan memakai pakaian Aceh. Di antaranya
adalah
Kupiah Aceh, Tengkuloek Aceh berkasab, baju Aceh berkasab, berkain
selimpang dari kanan ke kiri memakainya berkasab, seluar berkasab, kain
pinggang berkasab. Memakai rencong atau keris atau siwah atau badik atau rachuh
yang berhulu suasa atau perak atau emas dan barang sebagainya, di depan sebelah
kanan.
Ulama ulama tradisional aceh awal nya memakai sorban atau kupiah meukutop
sebagai penutup kepalanya, pada pertengahan tahun 1920an ulama ulama muda
pembaharuan menggantikan sorban atau kupiah meukutop dengan peci hitam beludru
yg kadang2 dipakai miring.
Topi beludru hitam untuk pria Muslim, berbaris di bagian dalam dengan saten
ungu dan katun ikat kepala hitam yang sepenuhnya mesin berlapis dalam pola
berlian dan tepi bergelombang. Label hijau dengan tulisan "Jacob
Bin-Ibrahim Tukang Kupiah -Pasar Aceh Kuta Raja', adalah produksi pertama
kopiah/peci di Aceh pada zaman kolonial Belanda, peci ini lah yang dipakai oleh
ulama2 pembaharuan sampai sekarang ini. mengantikan kopiah khas aceh asli yaitu
kopiah meukutop.
Tutup
kepala yg paling lazim digunakan adalah peci atau kopiah yang terbuat dari
beludru hitam, yang semula merupakan salah satu bentuk kerpus Muslim. Setelah
diterima oleh Sukarno dan PNI sebagai lambang nasionalisme, peci mempunyai
makna lebih umum.
Peci
sendiri berasal dari Turki, di Turki topi Fez ini juga dikenal dengan nama
‘fezzi’ atau ‘phecy’ atau kalau lidah orang Indonesia menyebutnya dengan Peci
"Kita
memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat
khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik
rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci
ini sebagai lambang Indonesia Merdeka." Itulah awal mula Soekarno
mempopulerkan pemakaian peci
Pada tahun 1913, rapat SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di Den Haag
mengundang tiga politisi, yang kebetulan lagi menjalani pengasingan di Negeri
Belanda: Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya
menunjukkan identitas masing-masing. Ki Hajar menggunakan topi fez Turki
berwarna merah yang kala itu populer di kalangan nasionalis setelah kemunculan
gerakan Turki Muda tahun 1908 yang menuntut reformasi kepada Sultan Turki.
Tjipto mengenakan kopiah dari beludru hitam. Sedangkan Douwes Dekker tak
memakai penutup kepala.
Asal songkok menimbulkan spekulasi karena tak lagi terlihat di antara
orang-orang Arab. Di beberapa negara Islam, sesuatu yang mirip songkok tetap
populer. Di Turki, ada fez dan di Mesir disebut tarboosh. Fez berasal dari
Yunani Kuno dan diadopsi oleh Turki Ottoman. Di Istanbul sendiri, topi fez ini
juga dikenal dengan nama fezzi atau phecy. Di Asia Selatan (India, Pakistan,
dan Bangladesh) fez dikenal sebagai Roman Cap (Topi Romawi) atau Rumi Cap (Topi
Rumi). Ini menjadi simbol identitas Islam dan menunjukkan dukungan Muslim India
atas kekhalifahan yang dipimpin Kekaisaran Ottoman.
No comments:
Post a Comment